Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Demikian pengertian Ketenagakerjaan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Lantas hubungannya dengan Daerah Tertinggal apa? Apa kepentingannya kedua isu ini dibicarakan dalam satu frame?
Kita mulai dari mana ya ? Baik kita jelaskan dulu pengertian Daerah Tertinggal dan segala hal yang terkait dengan kebijakan pembangunan daerah tertinggal.
Secara resmi pengertian daerah tertinggal mucul di dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (sesuai Permen PDT No. 07/PER/M-PDT/III/2007). Dalam hal ini Daerah Tertinggal diartikan sebagai daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Daerah tertinggal ditetapkan berdasarkan 6 (enam) kriteria dasar yaitu: perekonomian, sumberdaya manusia, infrastruktur, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas, dan karakteristik daerah.
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014) telah menetapkan "daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik" sebagai salah satu prioritas nasional pembangunan dari sebelas prioritas nasionalyang ada, yaitu (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7) iklim investasi dan bisnis; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik; dan (11) kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.
Dalam RPJMN disebutkan bahwa substansi inti program aksi untuk daerah tertinggal yaitu adanya pengentasan daerah tertinggal di sedikitnya 50 kabupaten paling lambat 2014. Untuk mencapai hal tersebut sasaran-sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal dalam 5 (lima) tahun (2010-2014) adalah: 1). meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,6 persen pada tahun 2010 menjadi 7,1 persen pada tahun 2014; 2). berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal pada tahun 2010 sebesar 18,8 persen menjadi 14,2 persen pada tahun 2014; dan 3). meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 2010 sebesar 67,7 menjadi 72,2 pada tahun 2014.
Berbagai upaya dari kementerian/lembaga (sektor) terkait tentunya telah dilakukan dibawah koordinasi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Dari upaya-upaya tersebut tentu sudah ada keberhasilan yang dicapai, namun tentu tidak menutup kemungkinan masih adanya target-target yang belum tercapai.
Salah satu yang belum banyak disentuh adalah persoalan ketenagakerjaan. Kalau kita mau jujur, ketiga sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal dalam RPJMN sangatlah terkait (digunakan kata terkait untuk menggantikan kata tergantung) kepada keberhasilan penanganan ketenagakerjaan. Sehingga menjadi sangat wajar jika dalam sisa waktu Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II tumbuh kesadaran untuk menjadikan Ketenagakerjaan sebagai prioritas kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Penjelasannya sederhana.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah (termasuk daerah tertinggal) diantaranya harus diupayakan melalui perbaikan dalam aspek Pemanfaatan Sumber Daya Alam, Peningkatan Investasi, Inovasi Teknologi, Kewirausahaan, Manajemen, dan Tenaga Kerja. Dalam hal ini Tenaga Kerja (Sumber Daya Manusia) menjadi subyek dan obyek pertumbuhan ekonomi. Kalau merujuk kepada pengertian Ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja, maka pembenahan ketenagakerjaan sebuah keniscayaan atau sebuah prasyarat untuk tercapainya pertumbuhan ekonomi.
Merujuk pada kata sebelum masa kerja (misalnya), maka pemerintah (daerah) memiliki kewajiban menangani kesiapan sumber daya manusia (SDM) atau angkatan kerja di daerah untuk memasuki dunia kerja. Upaya-upaya peningkatan keterampilan para pencari kerja melalui jalur formal atau non-formal agar siap bekerja di kegiatan investasi atau usaha lainnya menjadi salah satu kegiatan yang dapat dipilih. Dengan adanya penyiapan SDM lokal tersebut maka akan dapat dihindari kecemburuan masyarakat lokal terhadap para pendatang yang dipandang lebih siap bekerja di sektor yang dikembangkan di daerah.
Adapun untuk selama masa kerja, perlu dibangun suasana harmonis. Diciptakan suasana hubungan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan tenaga kerja. Pengusaha dapat untung dan karyawan sejahtera. Pemerintah (daerah) diharapkan dapat menangani secara adil dan bijak terhadap konflik-konflik yang terjadi antara pengusaha dan tenaga kerja.
Pengurangan Persentase Penduduk Miskin
Untuk Percepatan Penanggulangan Kemiskinan telah dikeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010. Disadari bahwa kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.
Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan : 1) mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin; 2) meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin; 3) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil; 4) mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
Adapun program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari : 1) Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin; 2) Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat; 3) Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil; 4) Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin.
Isu ketenagakerjaan dalam konteks penanggulangan kemiskinan dapat muncul pada kelompok program nomor 3 (tiga), yaitu kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil. Kelompok Usaha Mikro dan Kecil bersentuhan dengan isu ketenakerjaan.
Dalam RPJMN 2010-2014 disebutkan potensi UMKM sangat besar termasuk dalam hal penyerapan tenaga kerja. Jumlah populasi UMKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit usaha di Indonesia serta jumlah tenaga kerjanya mencapai 88,7 juta orang atau 96,9 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia, yang tersebar di seluruh sektor perekonomian dan wilayah di Indonesia.
Upaya penanganan ketenagakerjaan pada program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil merupakan langkah strategis dalam pengentasan daerah tertinggal.
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia
Indeks pembangunan manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan empat komponen yaitu angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan, dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran perkapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Isu ketenagakerjaan memiliki keterkaitan dengan pencapaian IPM pada komponen hidup layak. Kesejahteran tenaga kerja adalah masalah hilir yang diantaranya mengakar pada persoalan kondisi makro, entepreneurship, investasi, pemanfaataan sumber daya alam, pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan.
Penjelasan hubungan isu ketenagakerjaan dalam mendukung pencapaiaan 3 (tiga) sasaran pokok RPJMN (pertumbuhan ekonomi, pengurangan persentase penduduk miskin, dan IPM) dapat mempertegas pentingnya penanganan ketenagakerjaan dalam pengentasan daerah tertinggal.
Permasalah dan Potensi Ketenagakerjaan di Daerah Tertinggal
Secara umum masalah-masalah ketenagakerjaan di daerah tertinggal diantaranya yaitu: sempitnya peluang kerja, tingginya angka pengangguran, rendahnya kemampuan SDM tenaga kerja, tingkat gaji yang rendah, serta jaminan sosial yang nyaris tidak ada.
Sulitnya lapangan kerja di daerah tertinggal telah mendorong para angkatan kerja pergi ke luar negeri menjadi TKI. Berdasarkan data BNP2TKI terdapat 50 kabupate/kota yang banyak mengirim TKI dimana 9 diantaranya merupakan daerah tertinggal. Dan dari yang 9 tersebut sebagian besar (atau 44,4%) berasal dari Nusa Tenggara Barat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat, diperkirakan remitansi Tenaga Kerja Indonesia dari daerah itu sudah hampir mendekati angka Rp1 triliun selama periode Januari-September 2012. Dengan data tersebut tidak dapat dipungkiri betapa besarnya sumbangan TKI bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah tertinggal.
Dapat dipastikan, buruknya penanganan TKI termasuk kebijakan moratorium TKI akan sangat mempengaruhi daerah tertinggal. Melalui berbagai penjelasan di atas maka sangatlah jelas hubungan antara Aspek Ketenagakerjaan dengan Daerah Tertinggal. Bahkan upaya pembangunan daerah tertinggal dengan penanganan ketenagakerjaan berada dalam satu tarikan nafas. Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan persentase penduduk miskin, dan peningkatan IPM untuk pengentasan daerah tertinggal didalamnya harus membicarakan masalah ketenagakerjaan.
Aris Ahmad Risadi
Peneliti pada Perkumpulan Studi dan Pembangunan Indonesia
HP. 08128682754