Sabtu, 22 Oktober 2011

Reshuffle “Sopir Tembak”

Oleh:
Aris Ahmad Risadi

Drama Reshuffle sementara berakhir. Setelah disambut publik secara antusias, cerita akhirnya berjalan anti klimak. Tuntutan adanya reshuffle yang sejatinya dikarenakan buruknya kinerja dan indikasi korupsi di jajaran kabinet berujung mengecewakan. “Uuu…..”, penontonpun kecewa. Karena faktanya, menteri yang berprestasi, seperti Fadel Muhammad dicopot, sementara menteri yang diindikasikan korupsi tetap bertahan. Dan penilaian UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) sebagai salah satu ukuran kinerja kabinet tidak menentukan.

Ini memang hak prerogatif presiden. Namun kalau ada partai atau mantan menteri yang dicopot mempertanyakan alasan reshuffle bisa dipahami. Kita, sebagai penonton yang tidak terlibat dan tidak tahu persis permainan “sinetron” ini hanya bisa menduga-duga.

Mungkin kebetulan. Reshuffle sekarang bersamaan dengan pemberitaan kejahilan para sopir tembak yang mengganggu keamanan penumpang. Terlintas dalam pikiran, “drama reshuffle ini mirip dengan kisah sopir tembak.”

Dalam dunia angkutan umum dikenal istilah sopir tembak. Dia adalah sopir yang menggantikan sopir resminya. Pikiran sopir tembak itu pendek. Dia hanya berpikiran untuk mendapatkan uang hari itu. Rasa memiliki terhadap kendaraan dan keberlangsungan usaha sangat rendah, sehingga wajar jika kendaraan yang sering dibawa sopir tembak menjadi cepat rusak. Bahkan, beberapa tindakan kriminal acap kali dilakukan oleh awak ilegal ini. Fakta tersebut merupakan bagian kekumuhan pengelolaan angkutan publik kita, disamping problema lainnya seperti banyaknya percaloan serta pungutan liar.

Reshuffle kali ini idealnya dilakukan dalam rangka memberantas “gaya sopir tembak” yang sebagian dipraktekan dalam pengelolaan kementerian. Sistem presidensial setengah hati yang terjerat partai koalisi telah menyebabkan pengelolaan kementerian menjadi mirip pengelolaan angkutan umum di atas.

Menteri yang diajukan partai seringkali bukan professional. Dia mungkin tokoh partai, tapi seringkali tidak memiliki kecakapan yang sesuai dengan kebutuhan kementerian yang dipimpinnya. Tidak heran jika kedapatan menteri tidak mampu bekerja sesuai arahan dan kontrak kinerja dengan presiden yang mengangkatnya. Malah sering terjadi menteri lebih asyik dengan agendanya sendiri untuk kepentingan partai atau pihak sponsor yang menuntut balas jasa. Ibarat sopir tembak, dia mengangkut penumpang di luar trayek resminya. Buktinya, sesuai dengan laporan UKP4, direktif Presiden yang bisa dikerjakan menteri hanya kurang dari 50 %. Ini sangat memprihatinkan. Jadi publikasi di ragam media tentang aktivitas kabinet yang sangat gencar, laksana pepesan kosong belaka.

Menteri ini tampaknya seperti juga sopir tembak, dalam menjalankan pemerintahan ada yang berjalan ugal-ugalan. Bahkan kebiasaan sopir tembak yang bekerjasama dengan para calo, terjadi juga di kabinet. Oknum partai yang mengelilingi menteri, baik yang resmi diangkat atau apapun namanya, dapat mengganggu jalannya kementerian. Penumpang pun terabaikan bahkan turut dieksploitasi. Alih-alih melakukan reformasi birokrasi, gaya kepemimpinan menteri yang buruk dan kepentingan sesaat partai telah mengganggu kinerja birokrasi dalam melayani masyarakat dan menjalankan program pembangunan.

Sesungguhnya masih ada menteri yang baik di kabinet ini. Tapi untuk menteri yang berperilaku seperti sopir tembak memang sepatutnya diganti. Bukan hanya itu, untuk memperbaiki kinerja kabinet, para calo yang kerap mengambil peran sebagai birokrasi bayangan harus juga dihilangkan. Jika perilaku sopir tembak dan calo-calo ini dibiarkan, maka bukan hanya kinerja kementerian yang merosot, tapi kehancuran birokrasi tinggalah menunggu waktu.

Persoalannya, siapa yang peduli sekarang, kalau semua pelayan publik sudah bermental calo. Mau uangnya tapi tidak mau bekerja. Bahkan para calo ini tidak peduli, apakah penumpangnya sampai tujuan atau tidak.

Dalam sisa tiga tahun Kabinet Indonesia Bersatu II, rakyat berharap Presiden dapat memimpin perubahan kinerja kabinet secara nyata, sehingga terwujud kabinet yang mampu bekerja menyelesaikan setiap problematika bangsa serta bersih dari tindakan korupsi. Adakah reshuffle sekarang menjawab harapan tersebut ? Dalam hal ini, betul kata Ebiet G. Ade, “Tanyakan sama rumput yang bergoyang.” Kalau tidak, maka rakyat seperti juga penumpang, akan mudah pindah ke lain hati. Dia akan mencari moda transportasi alternatif yang lebih baik.

Bojongkulur, Gunung Putri, Bogor 20 Oktober 2011
Aris Ahmad Risadi
Perkumpulan Studi dan Pembangunan Indonesia (PSPI)